Mahalnya Sebuah Kejujuran |
Kejujuran adalah sikap moral yang
dimiliki oleh seseorang. Jujur tidaknya seseorang hanya akan diakui dan
dibuktikan oleh orang lain. Sebab kejujuran bukan bentuk penilaian dari
dalam diri pribadi, melainkan penilaian yang diberikan oleh orang lain
kepada seseorang.
Bila semua orang telah memberikan label jujur kepada
seseorang, maka dengan mudah yang bersangkutan melakukan berbagai bentuk
komunikasi dan menjalin kerjasama dengan orang lain. Orang yang diajak
bekerjasama juga akan memberikan berbagai kemudahan serta bermacam
kepercayaan kepadanya.
Dalam kondisi dan situasi yang serba belum menentu,
sangat sulit ditemukan orang yang betul-betul jujur (sesuai perkataan
dan perbuatan), terlebih bagi seorang pemimpin. Buktinya, banyak
pemimpin yang terlilit kasus korupsi. Kebohongan publik yang dilakukan
oleh pemimpin terhadap rakyatnya bukan menjadi barang langka untuk
diungkap.
Disatu sisi beliau adalah pemimpin yang amanah, namun
pada kenyataannya dari perbuatan, sikap dan perilaku yang dipertontonkan
sangat tidak menunjukkan suri tauladan untuk diikuti. Selalu saja
berujung pada ketidak pastian yang membingungkan, dengan memberikan
harapan-harapan yang kelabu, sehingga mengundang tujuan tanpa arah.
Kemelut yang dihadapi bangsa ini dari waktu-kewaktu
semakin kompleks, mulai dari masalah kebutuhan pokok, sampai masalah
pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada rakyat, selalu menjadi
persoalan yang tidak kunjung selesai. Keadaan seperti ini seolah-olah
dikondisikan sedemikian rupa, sehingga penanganan ke arah itu hanya
sebatas perbincangan tanpa tindakan kongkrit.
Secara resmi pemerintah telah memberikan pernyataan
kepada publik, bahwa akan memberikan perhatian dan selalu tanggap
terhadap semua persoalan yang menyelimuti masyarakat di bidang
pendidikan, kesehatan, pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk penanganan
anak-anak terlantar.
Ungkapan ini jelas-jelas telah dinyatakan secara tegas
di dalam Pasal 33 UUD 1945. Tetapi kenapa semua kita seakan melupakan
ungkapan tersebut dan selalu berkilah dengan berbagai alasan? Bukankah
apa yang pernah terucap melalui publik kepada masyarakat merupakan
bentuk janji-janji yang harus ditepati? Sementara apa yang diperbuat
tidak sesuai dengan kenyataannya, dan selalu bersembunyi di balik
dinding kekuasaan dengan berbagai alasan yang tidak masuk akal. Demikian
juga dalam hal penyelesaian berbagai kasus yang melibatkan para
petinggi elit politik dan birokrasi, masih tersandera dengan berbagai
kepentingan kelompok untuk mempertahankan kekuasaan.
Kasus demi kasus mengapung yang dipertontonkan kepada
masyarakat belum ada yang tuntas. Akan tetapi baru sebatas pengalihan
perhatian dari satu kasus ke kasus lain yang tidak kunjung selesai.
Padahal masyarakat sangat berharap keseriusan dari sang penegak
kebenaran supaya betul-betul dan bersungguh-sungguh menegakkan hukum
dengan seadil-adilnya dan sebenar-benarnya.
Kenyataan dalam praktik, bahwa supremasi hukum terlihat
sudah ditegakkan. Akan tetapi tujuan akhir dari supremasi hukum yaitu
mewujudkan keadilan masih terlihat tebang pilih. Artinya, bahwa
supremasi hukum baru menyentuh lapisan menengah ke bawah. Aementara
untuk kelompok menengah ke atas masih dalam tahap berupaya dan belum
memperlihatkan langkah yang kongkrit, walaupun kondisi saat ini sudah
memulai dan menuju pada penegakan hukum yang lebih baik dengan berbagai
liku dan kemelut yang selalu merintangi berbagai pihak.
Dari perspektif ekonomi politik, logika yang dapat
ditarik adalah dampak krisis yang begitu terasa sekarang ini justru
semakin meyakinkan terlihat kesenjangan yang signifikan dalam
berprosesnya pembangunan. Ada sesuatu yang masih terabaikan, yaitu
prinsip yang menjadi harapan semua rakyat tentang keadilan dalam
distribusi hasil pembangunan dan pendapatan.
Kenyataan yang ditemui adanya sekelompok sosial yang
diuntungkan, kemudian berkembang dengan beragam fasilitas membentuk
kelompok sosial baru dengan tingkat akselerasi jauh meninggalkan
kelompok sosial lainnya. Ironisnya mereka yang menikmati keuntungan
tersebut hanyalah kelompok minoritas, sehingga sangat terlihat
perbedaannya di tengah-tengah kelompok sosial mayoritas yang justru
semakin termarjinalisasikan.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sambutan
tertulis yang disampaikan ketika melantik beberapa orang menteri dan
wakil menteri pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) Jilid II, secara
lugas mengatakan bahwa Rp 103,19 triliun keuangan negara telah
dirampok dalam 7 tahun terakhir masa kepemimpinannya.
Disini semakin memperlihatkan bahwa evaluasi yang
dilakukan selama ini tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Secara
nyata juga telah memperlihatkan bahwa SBY mengalami ketidak berdayaan
dalam mengatasi dan mencegah terjadinya perampokan yang dilakukan oleh
apartur negaranya sendiri. Dalam artian bahwa selama 7 tahun terakhir
rakyat telah membayar begitu mahal sebuah ketidak jujuran dari aparatur
penyelenggara negara, dengan melakukan pembohongan atas kewenangan yang
dimiliki, karena rendahnya moral, etika, serta nilai-nilai keagamaan
yang tertanam dalam diri aparatur penyelenggara negara.
Rakyat telah terbiasa hidup dalam penderitaan. Akan
tetapi yang lebih dibutuhkan masyarakat saat ini adalah sebuah kejujuran
dan keadilan dari aparatur negara dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Senyatanya, tidak ada ungkapan terlambat untuk merubah
dan memperbaiki moral dan etika bagi apartur negara. Akan tetapi yang
sangat dibutuhkan adalah sebuah komitmen dan usaha sungguh-sungguh dari
semua unsur eksekutif, legislatif, yudikatif dan masyarakat.
Sistem pengawasan perlu lebih dikembangkan, sehingga
semua sistem administrasi pemerintahan mendapat pengawasan yang ketat,
baik secara internal maupun dengan kejujuran (integrity), dan
kompetensi para pejabat pemerintah, serta perlu penyadaran
berkesinambungan kepada semua aparatur pemerintah bahwa dampak korupsi
dan penyalahgunaan kekuasaan akan mendatangkan kekecewaan yang luar
biasa di tengah-tengah masyarakat, serta ketidak percayaan rakyat
terhadap pemerintah semakin mengkristal, yang akan merugikan bangsa dan
negara itu sendiri.
Oleh karena itu, tanamkanlah kejujuran dan jadikan
kejujuran sebagai pondasi dalam membangun bangsa dan negara dimasa
depan. Hanya dengan kejujuran dan keikhlasan, Tuhan Yang Mahakuasa
akan selalu memberikan kekuatan, kesehatan dan semangat kepada
hamba-hamba-Nya yang menginginkan perubahan menuju perubahan yang lebih
baik dimasa mendatang.
Kebulatan tekad semua stakeholders untuk secara bersama-sama
menyatakan komitmen membangun kejujuran pada semua lini akan menjadi
inspirasi tumbuh dan berkembangnya kejujuran pada setiap insan
penyelenggara negara, terutama bagi mereka yang berada pada
puncak-puncak pengambil kebijakan. Semoga niat baik ini mendapat Ridho
dari Allah SWT. (***) |
0 komentar:
Posting Komentar